“Benar, Tuan Putri!,” jawab kera.
Kata putri raja lagi: “Panggillah Tuanmu itu!”
Kera pun bergegas memanggil si nelayan. Sesampainya di rumah, kera berpesan kepada tuannya:
“Pak, kamu akan menikah dengan putri raja. Namun sebelumnya dengarkan baik-baik pesan saya. Kalau tiba di depan rumah raja, kau harus membasuh kakimu. Sebab di depan pintu rumah raja tersedia guci berisi air untuk membasuh kaki tamu.
Baca Juga: Komnas HAM Sebut NTT Darurat TPPO
Jika sudah masuk dalam rumah, janganlah melihat ke sana-kemari. Sebab di rumah raja begitu banyak bunga yang bergantungan di dinding. Jikalau ada orang yang mengantarkan nasi, janganlah hanya mencicipi makanan sejenis saja. Sebab makanan di rumah raja banyak macamnya. Dan kalau sudah selesai makan, janganlah langsung berhenti. Juga, janganlah langsung makan sirih pinang setelah makan.”
Si nelayan mendengarkan dan menyimpan dalam hati perkataan kera itu. Lalu keduanya pun berangks ke rumah raja.
Sesampai di rumah raja, hanya si nelayan yang masuk ke dalam rumah, sedangkan kera menunggu di luar. Rupanya sia-sia saja pesan yang sudah disampaikan oleh si kera. Sebab, setelah sampai di depan pintu rumah raja, si penangkap ikan tidak mau membasuh kakinya.
Bahkan setelah sampai di dalam rumah matanya melihat ke sana-kemari. Dan sewaktu makanan dihidangkan, ia hanya menyantap makanan yang sejenis saja. Yang lainnya tidak ia makan. Setelah makan ia langsung berkumur, lalu langsung makan sirih pinang.
Lebih buruk lagi, air sirih pinangnya ia ludahi di atas lantai rumah raja. Betapa kesal dan malunya si kera menyaksikan semuanya itu.
Kata putri raja kepada kera: “Hai Kera! Mungkin Tuanmu bukan anak raja?”
Kera menjawab: “Sungguh, Tuan Putri. Ia anak raja. Semuanya ini ia lakukan supaya Tuan menolaknya. Sebab menurutnya, Tuan Putri terlalu baik dan ia merasa tak pantas menikahi Tuan Putri.”
Baca Juga: Kasus Manipulasi Data, Polres Kupang Tetapkan Dua Tersangka dari Dukcapil Monokwari Papua Barat
“Rupanya si kera benar ya,” kata putri raja dalam hatinya. Akhirnya, keduanya pun langsung menikah dan hidup bersama.
Tak lama sesudah itu, banyak orang dari luar hendak berperang dengan sang raja. Raja menyuruh si nelayan yang telah menjadi anak mantunya, katanya: “Hai anakku, pergilah berperang melawan orang banyak itu. Pimpinlah rakyat untuk berperang!”
Artikel Terkait
Cerita Rakyat dari NTT: Pondik dan Pesta Randang
Cerita Rakyat dari NTT: Pondik dan Pemetik Cendawan
Cerita Rakyat dari NTT: Pondik Membakar Kei Jeng
Cerita Rakyat dari NTT: Pondik Saat Pesta Kebun Baru
Cerita Rakyat dari NTT: Pondik Mencuri Tuak
Cerita Rakyat dari NTT: Pondik dan Kakak-kakaknya