KUPANG,VICTORYNEWS- Masalah lain yang juga tidak kalah penting dalam konteks Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di NTT adalah pendidikan.
Banyak orang desa tertipu oleh rayuan para pencari tenaga kerja ke luar negeri ini karena rendahnya pendidikan mereka.
Dengan tingkat pendidikan yang rendah, mereka cenderung percaya saja terhadap omongan para kaki tangan pencari tenaga kerja ini.
Apalagi, informasi mereka sangat minim dan hanya pasrah dan percaya kepada para pencari tenaga kerja yang mendatangi rumah mereka.
Baca Juga: Alfin Nomleni dan Petrus Alupan, Atlet NPC NTT Wakili Indonesia di Asean Paragames Kamboja 2023
Masalah ini juga harus mendapatkan perhatian serius untuk dibenahi. Pemerintah Pronvinsi NTT yang gencar mempromosikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) bisa menjadi salah satu solusi terhadap sektor pendidikan ini.
Dengan keahlian yang dimiliki saat di SMK, para generasi muda di NTT tak perlu jauh-jauh untuk mencari pekerjaan. Berbekal keahilian yang dimiliki, mereka bisa membuka usaha mandiri, termasuk di desa tempat tinggalnya.
Apalagi, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat beberapa waktu lalu telah menandangani kerja sama untuk memberangkatkan ribuan pelajar SMA dan SMK NTT untuk belajar dan praktek kerja di Jerman, memperdalam ilmu dan kembali ke NTT untuk membangun daerah tempat tinggalnya.
Baca Juga: Viral ! Penjelasan Polisi Terkait Mario Dandy Satriyo Lepas Kabel Ties Tuai Pro Kontra
Ini merupakan salah satu terobosan untuk mengatasi keterbatasan kemampuan, membuka lapangan kerja baru, sekaligus memberantas kemiskinan.
Penegakan Hukum
Salah satu hal penting yang menjadi rekomendasi Komnas HAM terkait kasus TPPO di NTT adalah masalah penegakan hukum.
Komnas HAM berharap ada persamaan persepsi di antara aparat penegak hukum dan penguatan kapasitas SDM melalui pendidikan dan pelatihan gabungan.
Komnas HAM menyebutkan, salah satu hal yang membuat NTT masuk dalam kategori rawan dan darurat TPPO adalah karena sampai saat ini reidivis TPPO masih beroperasi dengan melakukan perekrutan calon PMI non prosedural di NTT.
"NTT rawan TPPO, minim koordinasinya. Kita bisa mengamati banyak residivis pelaku TPPO di NTT, tetapi sampai hari masih terus beroperasi. Kita kemarin sempat memergoki residivis TPPO sudah dua kali pernah dipenjara bahkan masih merekrut anak-anak kemudian ditampung pada suatu tempat penampungan," ujar Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Anis Hidayah, Kamis (25/5/2023) di Kupang.
Artikel Terkait
Jatah Perekrut Lapangan Pekerja Migran Ilegal Rp30 Juta per Kepala
Ironi Pekerja Migran Ilegal NTT, Hanya 6 Persen Pulang Sehat
OJK NTT Sasar Pelajar Rancang Masa Depan Selain Jadi PNS dan Pekerja Migran
BPIP: Butuh Political Will untuk Urai Benang Kusut Pekerja Migran
Kronologi Pengiriman Pekerja Migran Indonesia Mariance Kabu ke Malaysia, Ditampung PT Malindo di Kupang
Membidik Akar Masalah TPPO di NTT (Bagian 1)