Rencana Festival Sare Dame Ditentang DPRD Lembata

- Rabu, 5 Januari 2022 | 14:47 WIB
Thomas Ola Langoday
Thomas Ola Langoday

Hiero Bokilia

Rencana Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lembata menggelar Festival Sare Dame mendapat tanggapan serius dari kalangan DPRD Lembata. Menggaungkan Sare Dame sebagai perdamaian manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan leluhur, dan manusia dengan alam ditentang keras wakil rakyat. Mereka mengkhawatirkan, ritual Sare Dame justru akan membangkitkan kembali memori kolektif masyarakat Lembata akan politik adu domba pemerintah kolonial yang mengadu Paji dan Demong.

Anggota DPRD Lembata Petrus Bala Wukak kepada wartawan kemarin menegaskan, diksi Sare Dame seolah-olah ada konflik selama ini. Ia justru khawatir jika ritual Sare Dame justru akan menciptakan konflik baru di tengah masyarakat.

Rencananya, kata Bala Wukak, Sare Dame akan digelar pada saat peringatan 7 Maret. Menurutnya, peristiwa 7 Maret 1954 digelar oleh para sesepuh di Lembata untuk mengakhiri konflik Paji Demong yang diciptakan pemerintah kolonial dalam rangka politik pecah belah (devide et impera). Masyarakat sadar ada politik adu domba oleh pemerintah kolonial, maka diselenggarakan pertemuan yang kini dikenang sebagai Statement 7 Maret.

Artinya, puncak perdamaian akibat konflik warisan kolonial itu sudah berakhir pada 7 Maret 1954. Ritual Sare Dame, katanya, bisa mengembalikan memori kolektif masyarakat Lembata akan politik adu domba pemerintah kolonial. "Pemda jangan ciptakan diksi baru yang menghapuskan atau mengaburkan spirit Taan Tou yang sudah diwariskan," tegasnya.

Dia menyarankan sebaiknya pemerintah memikirkan ulang pemilihan diksi 'Sare Dame' yang kental nuansa konfliknya. Festival ini bisa saja menciptakan konflik baru di tengah masyarakat.

"Kalau pemerintah beranggapan bahwa perlu ada seremonial adat untuk memulihkan permasalahan karena perbedaan pandangan dan pilihan politik, maka sebaiknya dilakukan ritual lain dan bukan Sare Dame. Cari bahasa yang sejuk misalnya festival Taan Tou atau apa begitu. Jangan ciptakan konflik baru," tegas Bala Wukak.

Menanggapi hal ini, Bupati Lembata Thomas Ola Langodai usai menghadiri rapat di DPRD Lembata mengatakan nomenklaturnya adalah eksplorasi budaya Lembata dan ada aspek makro dan aspek mikronya.

Ia mengatakan, soal Sare Dame dengan seremonialnya tak dapat dilakukan oleh Pemda. Karena itu, struktur adatnya jelas. "Suku mana yang lakukan di setiap kampung itu (sudah) jelas. Yang Pemda lakukan mengangkat nilai. Penekanannya adalah mengangkat nilai berdasarkan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini," tegas Langodai.

Fenomena yang terjadi, lanjutnya, seperti erupsi gunung berapi, banjir bandang, badai Seroja. "Ini banjir di mana-mana, jalan putus di mana-mana. Apa yang dilakukan. Mengangkat nilai adat, nilai-nilai kearifan lokal untuk nanti diwariskan kepada anak cucu Lembata," katanya.

Karena itu, lanjutnya, hasil akhir dari eksplorasi budaya Lembata adalah policy brif dalam jangka panjang bagaimana nilai-nilai budaya, kearifan lokal Lembata diangkat ke permukaan. Bahkan, bisa menjadi kearifan nasional dan dalam pendidikan, kearifan lokal itu tidak saja menjadi muatan lokal (mulok), namun bisa menjadi muatan nasional (Munas).

Sedangkan dalam jangka pendeknya, terang Langodai, adalah di moment 7 Maret dengan gebyar dan prosesi panggungnya. Dilakukan pentas seni dan budaya Lembata baik berupa syair-syair, nyanyian, semuanya dipentaskan.

"Tapi kalau menimbulkan konflik tidak. Kami tidak sedang berkonflik. Gejala-gejala alam, fenomena-fenomena alam terakhir yang terjadi diangkat. Kalau mau menghentikan banjir syairnya bagaimana. Kalau kalian mau buka kebun baru mantranya bagaimana, kalau kalian mau menanam padi, jagung, kacang-kacangan itu syairnya bagaiamana. Itu yang perlu diangkat untuk diwariskan ke anak cucu. Itu konteksnya. Bukan seremonial untuk berdamai karena perang. Itu sudah selesai. Paji-Demon itu sudah selesai. Taan to'u," terang Langodai.

Apalagi, di Lembata ada suku-suku yang punya peran seperti itu dan peran-peran seperti itu yang mau diangkat. Ia mencontohkan suku Belutowe, suku Langodai di kampung perannya apa, Bataona di Lamalera perannya apa. Itu yang digariskan dan yang mau diangkat dalam Festival Sare Dame.

Dalam penyelenggaraan sebuah hajatan, lanjutnya, tentu saja membutuhkan biaya. Alokasi dana sebesar Rp2,5 miliar untuk pendekatan ke pemangku kepentingan dan prosesi panggungnya yang tidak saja di gelar di Hadakewa dan Lewoleba, tetapi juga di kampung-kampung. Di setiap kampung dengan suku-suku yang ada tampil dan mengikuti pentas tari untuk mengangkat budayanya masing-masing. (lia/pol)

Editor: Beverly Rambu

Terkini

Nur Aini Pikul Semen 850 Sak, Dibayar Rp510 Ribu

Minggu, 28 Mei 2023 | 11:25 WIB
X