Kedua, Indonesia dan WHO juga telah berdiskusi terkait penggunaan dana yang ada di dalam pendanaan tersebut agar dapat dimanfaatkan secara adil dan cepat.
Budi menjelaskan WHO akan mengambil posisi di depan untuk dapat menentukan negara dan orang-orang yang perlu mendapatkan prioritas jika terjadi pandemi.
Baca Juga: Kakanwil Kemenkumham NTT: Kasatker Jajaran Pemasyarakatan Harus Sadar Bencana
“Pentingnya juga kerja sama antara pemerintah dan swasta karena hampir semua produsen dari vaksin, obat-obatan, dan juga alat kesehatan adalah pihak swasta,” tutur Budi.
Ketiga, integrasi dari lab genome sequence di seluruh dunia yang dapat mengidentifikasi adanya virus varian baru maupun bakteri baru.
Keempat, Indonesia juga ingin mengharmonisasi standar perjalanan, baik berupa sertifikat vaksin maupun sertifikat pengetesan sehingga tidak mengganggu pergerakan orang maupun barang.
Baca Juga: Promosi Alkes Lokal, Disperdagin Kota Depok Jamin Garansi Perbaikan
“Standar ini menggunakan WHO, sudah pilot project-nya jalan, dan sudah lebih dari 30 negara yang paling besar kemarin Brazil dengan European Union jadi seluruh anggotanya sudah mengikuti program inisiatif dari Indonesia ini,” ucap Budi.
Kelima, Indonesia juga ingin melakukan standarisasi pengembangan vaksin utamanya yang menggunakan teknologi terbaru sehingga ketersediaan dan akses vaksin di seluruh dunia dapat merata.
Budi menuturkan, saat ini sudah ada sejumlah negara yang siap untuk berpartisipasi, antara lain Afrika Selatan, Brazil, Argentina, India, dan Indonesia.
Artikel Terkait
Anggota G20 Dukung Negara yang Kesulitan Utang
Ini Usaha Jokowi untuk Perdamaian Rusia dan Ukraina Jelang Presidensi G20
Gubernur NTT Usulkan Kopi Flores Jadi Kopi Resmi Event G20
Presiden Joko Widodo Janji Libatkan Puteri Indonesia Dalam Menyukseskan KTT G20
Songsong G20, Disnak NTT Siapkan 78 Ribu Dosis Vaksin Rabies Untuk Daratan Flores