ROTE NDAO, VICTORYNEWS - Pada kunjungan kerjanya ke Kabupaten Rote Ndao dalam rangka menjadi keynote speech dalam kegiatan Seminar Nasional bertajuk Peran Mahkamah Konstitusi Dalam Meningkatkan Budaya Sadar Berkonstitusi dan Mengawal Hak-hak Konstitusional Warga Negara, di Universitas Nusa Lontar (Unstar) Rote, Jumat (26/05/2023), Ketua Mahkamah Konstitusi H. Anwar Usman berseloroh terkait Filosofi NTT.
Anwar Usman yang lama bertugas di Pengadilan Negeri (PN) Atambua itu mengingatkan kembali arti 'NTT' kepada hadirin yang memadati aula lantai dua kampus Unstar bahwa NTT diplesetkan sebagian orang Nasib Tidak Tentu. Kemudian Nanti Tuhan Tolong, dan akhirnya jadi Nikmat Tiada Tara.
"Saya mengenal dengan baik Bupati Kedua Rote Ndao Pak Leonard Haning Leonard Haning karena sama-sama bertugas di Atambua. Saya sebagai hakim di pengadilan dan Pak Leonard Kepala Samsat Atambua," kata Anwar Usman.
Saat pemaparan materi dalam seminar tersebut, Ketua MK Anwar Usman menjelaskan, MK sebagai pengawal norma dasar bernegara, memiliki peran untuk menjaga agar keseluruhan proses bernegara sejalan dengan konstitusi, termasuk di dalamnya untuk mewujudkan negara yang sejahtera. Pembangunan yang dilakukan oleh sebuah negara, tentunya harus dilandasi dengan ketentuan hukum yang mengaturnya.
"Dalam rangka itu, peran MK adalah untuk mengawal proses pembangunan untuk pemenuhan dan mewujudkan negara yang sejahtera sejalan dengan norma konstitusi yang menjadi kaedah dasar bernegara. Namun manakala terdapat suatu proses yang tidak sejalan dengan norma konstitusi, maka MK dapat meluruskannya melalui kewenangan yang ada padanya sesuai dengan amanat konstitusi," ungkapnya.
Ia menjelaskan, kewenangan yang dimiliki MK berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 ada empat dan satu kewajiban.
Empat kewenangan MK, yakni: 1) Kewenangan dalam Pengujian Undang-Undang. 2). Memutus pembubaran partai politik. 3) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara. 4). Menyelesaikan perselisihan Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus.
Sementara kewajiban, jelas Anwar, termuat dalam Pasal 24 C Ayat (2) UUD 1945, di mana MK memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
Akan tetapi, kata Anwar, untuk memakzulkan Presiden dan/atau Wakil Presiden sangat berat. Sebelum diajukan ke MK, DPR harus bersidang dengan dihadiri sebanyak kuorum dari seluruh anggota DPR dan dua per tiga anggota DPR yang hadir tersebut memberikan persetujuan.
Setelah menyatakan pendapat Presiden dan/atau Wakil Presiden bersalah, maka DPR mengajukan kepada MK untuk dinilai apakah pendapat itu terbukti.
Apabila Presiden dan/atau Wakil Presiden dinyatakan MK terbukti melakukan pelanggaran, putusan hukum itu akan diputus oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Anwar kembali menegaskan, MK hanya dapat mengadili jika ada perkara yang masuk.
Ditambahkan Anwar, ada kewenangan lain atau tambahan kewenangan yang diatur dalam Pasal 157 (3) Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Dalam kewenangan tersebut, MK diminta menyelesaikan perselisihan Pilkada sampai dibentuknya badan peradilan khusus.