ROTE NDAO, VICTORYNEWS - Bagi yang sudah pernah menginjakan kaki di Pulau Rote, tentu sudah mengetahuinya. Namun, bagi yang belum wajib mengetahui masjid tertua yang ada di Kabupaten Rote Ndao, wilayah paling selatan NKRI ini.
Masjid Tua An-Nur terletak di Jalan Pabean, Kelurahan Metina, Kota Ba'a, Kecamatan Lobalain, dibangun oleh Ismail bin Abdullah pada tahun 1928 silam.
Saat awal pembangunannya, belum ada semen di Rote seperti sekarang, sehingga struktur bangunan digunakan campuran gula air (hasil sadapan pohon lontar yang dimasak), kapur, putih telur, dan pasir laut.
Muhammad Ali Ismail, pengurus Masjid An-Nur yang juga merupakan keturunan langsung (cucu) pendiri masjid tersebut kepada victorynews.id mengisahkan, sang kakek Ismail bin Abdullah adalah suku Bugis yang berlayar sambil berdagang sampai ke Pulau Rote.
Baca Juga: Inilah 11 Kesepakatan Percepatan Penurunan Stunting yang Dihasilkan saat Monev Perwakilan BKKBN NTT
Ismail bin Abdullah akhirnya memutuskan menetap di Rote, bahkan menikah dengan seorang gadis Rote bermarga Giri, dari eks Nusak Delha (kini Kecamatan Rote Barat).
Saat itu di Rote, Ismail bin Abdullah tidak melihat ada masjid. Sehingga, saat dirinya berkesempatan ke Makassar, membuat sketsa salah satu masjid yang ada si sana sebagai bentuk masjid yang akan dibangun.
Kembali lagi ke Rote, Ismail bin Abdullah mengumpulkan puluhan warga asal Sulawesi Selatan di Kota Ba'a dan sekitarnya untuk membangun masjid berukuran 10x10 meter, sesuai sketsa yang dibawanya itu. Sehingga, jadilah Masjid An-Nur ini berarsitektur seperti masjid-masjid yang ada di Kota Makassar.
"Masjid An-Nur ini merupakan bukti pengaruh Bugis-Makassar dalam perkembangan agama Islam di wilayah terselatan NKRI ini," ujar Muhammad Ali Ismail yang biasa di sapa Aba Ali ini.
Baca Juga: Bupati Paulina Launching Aplikasi Pantau PMT dan Kalkulator Gizi, saat Pertemuan Rembuk Stunting
Lebih rinci dia menjelaskan, saat membangun Masjid An-Nur, setiap sore sang Kakek bersama orang-orang tua lainnya mencampur kapur, putih telur, dan pasir laut sekitar 7 bak (sampan) dan diendapkan semalam.
Keesokan harinya, lanjut Aba Ali, dicampur lagi barulah mereka kerja bangunan masjid. Kemudian sore sebelum pulang, mereka campur lagi dan diendapkan untuk pekerjaan besok harinya.

"Memang unik, orang-orang tua dahulu ternyata sudah punya trik mengakali ketiadaan semen membuat bangunan parmanen dengan campuran gula air dan putih telur sebagai perekat pasir dan kapur," imbuhnya.
Artikel Terkait
Pengurus Pengkab Pertina Rote Ndao Ditantang Bangun Sasana Tinju, Minimal Satu di Setiap Kecamatan
Pemkab Rote Ndao dan FISIP Undana Teken PKS Program Magister dan Doktor bagi Pegawai Negeri Sipil
Tiga Tersangka dan Barang Bukti dalam Kasus People Smuggling WNA asal India Dilimpahkan ke Kejari Rote Ndao
Timsel Calon Anggota Bawaslu Kabupaten/Kota Periode 2023-2028 Lakukan Sosialisasi Perekrutan di Rote Ndao
Ditjen Perbendaharaan NTT : Penyaluran Dana Desa Capai Rp672 Miliar di NTT, Kabupaten Rote Ndao Tertinggi