An-Nur, Masjid Tua di Rote yang Berarsitektur Bugis-Makassar! Dibangun Gunakan Gula Air, Kapur dan Putih Telur

- Sabtu, 3 Juni 2023 | 08:45 WIB
Inilah kondisi terkini Masjid Tua An-Nur di Kabupaten Rote Ndao yang sudah mengalami tiga kali renovasi sejak 1928. Tampak jelas gaya arsitektur Bugis-Makassar yang ditinggalkan pendirinya Ismail bin Abdullah. Foto: VN/Frangky Jo (Frangky Johannis)
Inilah kondisi terkini Masjid Tua An-Nur di Kabupaten Rote Ndao yang sudah mengalami tiga kali renovasi sejak 1928. Tampak jelas gaya arsitektur Bugis-Makassar yang ditinggalkan pendirinya Ismail bin Abdullah. Foto: VN/Frangky Jo (Frangky Johannis)

ROTE NDAO, VICTORYNEWS - Bagi yang sudah pernah menginjakan kaki di Pulau Rote, tentu sudah mengetahuinya. Namun, bagi yang belum wajib mengetahui masjid tertua yang ada di Kabupaten Rote Ndao, wilayah paling selatan NKRI ini.

Masjid Tua An-Nur terletak di Jalan Pabean, Kelurahan Metina, Kota Ba'a, Kecamatan Lobalain, dibangun oleh Ismail bin Abdullah pada tahun 1928 silam.

Saat awal pembangunannya, belum ada semen di Rote seperti sekarang, sehingga struktur bangunan digunakan campuran gula air (hasil sadapan pohon lontar yang dimasak), kapur, putih telur, dan pasir laut.

Muhammad Ali Ismail, pengurus Masjid An-Nur yang juga merupakan keturunan langsung (cucu) pendiri masjid tersebut kepada victorynews.id mengisahkan, sang kakek Ismail bin Abdullah adalah suku Bugis yang berlayar sambil berdagang sampai ke Pulau Rote.

Baca Juga: Inilah 11 Kesepakatan Percepatan Penurunan Stunting yang Dihasilkan saat Monev Perwakilan BKKBN NTT

Ismail bin Abdullah akhirnya memutuskan menetap di Rote, bahkan menikah dengan seorang gadis Rote bermarga Giri, dari eks Nusak Delha (kini Kecamatan Rote Barat).

Saat itu di Rote, Ismail bin Abdullah tidak melihat ada masjid. Sehingga, saat dirinya berkesempatan ke Makassar, membuat sketsa salah satu masjid yang ada si sana sebagai bentuk masjid yang akan dibangun.

Kembali lagi ke Rote, Ismail bin Abdullah mengumpulkan puluhan warga asal Sulawesi Selatan di Kota Ba'a dan sekitarnya untuk membangun masjid berukuran 10x10 meter, sesuai sketsa yang dibawanya itu. Sehingga, jadilah Masjid An-Nur ini berarsitektur seperti masjid-masjid yang ada di Kota Makassar.

"Masjid An-Nur ini merupakan bukti pengaruh Bugis-Makassar dalam perkembangan agama Islam di wilayah terselatan NKRI ini," ujar Muhammad Ali Ismail yang biasa di sapa Aba Ali ini.

Baca Juga: Bupati Paulina Launching Aplikasi Pantau PMT dan Kalkulator Gizi, saat Pertemuan Rembuk Stunting

Lebih rinci dia menjelaskan, saat membangun Masjid An-Nur, setiap sore sang Kakek bersama orang-orang tua lainnya mencampur kapur, putih telur, dan pasir laut sekitar 7 bak (sampan) dan diendapkan semalam.

Keesokan harinya, lanjut Aba Ali, dicampur lagi barulah mereka kerja bangunan masjid. Kemudian sore sebelum pulang, mereka campur lagi dan diendapkan untuk pekerjaan besok harinya.

Muhammad Ali Ismail Cucu pendiri Masjid An-Nur diabadikan dekat bak wudhu yang merupakan bukti sejarah masjid lama yang ditempatkan di samping kanan masjid tersebut. Foto: VN/Frangky Jo
Muhammad Ali Ismail Cucu pendiri Masjid An-Nur diabadikan dekat bak wudhu yang merupakan bukti sejarah masjid lama yang ditempatkan di samping kanan masjid tersebut. Foto: VN/Frangky Jo (Frangky Johannis)

"Memang unik, orang-orang tua dahulu ternyata sudah punya trik mengakali ketiadaan semen membuat bangunan parmanen dengan campuran gula air dan putih telur sebagai perekat pasir dan kapur," imbuhnya.

Halaman:

Editor: Frangky Johannis

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X