KUPANG, VICTORYNEWS - Kondisi inflasi NTT terjadi pada beberapa komoditi yang mana selama ini banyak dipasok dari luar NTT sementara produksi di NTT kurang.
Bank Indonesia Provinsi NTT meminta data pasti jumlah pasokan dan kemampuan produksi di setiap daerah di NTT untuk dapat menskenariokan rantai suplainya.
Bila ketergantungan ini tidak dapat diantisipasi maka inflasi yang tinggi dapat berpengaruh terhadap daya beli masyarakat yang nantinya berdampak panjang pada angka kemiskinan.
"Beras didatangkan dari Sulawesi Selatan, cabai dan gula dari Jatim dan Sulawesi Selatan juga termasuk kebutuhan lainnya. NTT sangat bergantung pada provinsi lain dan bagaimana kita tidak bergejolak kalau kita bergantung pada provinsi lain?" sebut Kepala Bank Indonesia (BI) Provinsi NTT, I Nyoman Ariawan Atmaja, Jumat (12/8/2022).
Baca Juga: Kecewa Inflasi Naik, Gubernur NTT: Pemda Belum Paham Rantai Suplai dan Ekonomi Pasar di Daerah
Ia memaparkan ini dihadapan Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat, Direktur Utama Bank NTT Harry Alexander Riwu Kaho, Kepala Biro Ekonomi Lerry Ludipara, para bupati, perwakilan BUMN, BUMD yang berkumpul di lantai 5 Kantor Pusat Bank NTT.
Gubernur NTT sendiri menggelar High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) untuk mendiskusikan mengenai pengendalian inflasi NTT yang naik tahun ini.
Inflasi tahunan NTT kini 5,3 persen dari target 4,3 persen dan memang lebih tinggi dari inflasi nasional. Angkutan udara, kenaikan harga BBM dan cukai rokok memberi pengaruh termasuk minyak goreng yang belum stabil pasokannya juga harga cabai dan bawang merah.
"Dan kali ini tidak pernah terjadi deflasi setelah hari raya keagamaan padahal biasanya terjadi," ungkap Nyoman.
Baca Juga: Kecewa Inflasi Naik, Gubernur NTT: Pemda Belum Paham Rantai Suplai dan Ekonomi Pasar di Daerah
BI NTT sendiri menargetkan adanya program jangka pendek yaitu operasi pasar untuk melihat suplai, kerja sama antara daerah terkait ketersediaan pasokan, pemetaan produksi dan distribusi komoditi masing-masing daerah, lalu komunikasi dengan masyarakat terkait ini.
BI NTT mendorong juga dalam penggunaan produk olahan untuk subsitusi kebutuhan seperti minyak goreng yang naik harganya diselingi dengan penggunaan minyak kelapa.
"Ketersediaan data sangat penting dan ini benar-benar sangat penting misalnya Bajawa punya produksi cabai atau tomat berapa banyak? Demikian daerah lainnya yang nantinya bisa kita atur distribusi tepatnya seperti apa," ungkap dia.
Artikel Terkait
Pantau Komoditi Penyebab Inflasi, BI NTT Berikan 3 Pesan Ini
Ada Dua Strategi Bank Indonesia Hadapi Inflasi, Masyarakat Diminta Tidak Panik
WASPADA! Inflasi NTT Melonjak
Kecewa Inflasi Naik, Gubernur NTT: Pemda Belum Paham Rantai Suplai dan Ekonomi Pasar di Daerah