VBL: Lepas Kontingen tanpa Janji tapi Beri Bonus Terbesar

- Rabu, 3 November 2021 | 13:16 WIB
Pengamat olahraga dari PJKR FKIP UKAW-Kupang
Pengamat olahraga dari PJKR FKIP UKAW-Kupang

Oleh Johni Lumba
(Pengamat olahraga dari PJKR FKIP UKAW-Kupang)



"ANDA tidak perlu mengenal siapa saya, dan saya juga tidak perlu mengenal siapa Anda, tetapi saya mengenal Anda dari apa yang Anda kerjakan". Kalimat berbau filosofi yang diungkapkan oleh VBL dalam sebuah percakapan santai memiliki makna ganda. Makna dari ungkapan VBL ini tersirat jelas ketika memberikan arahan pelepasan kontingen NTT di Aula El Tari pada 20 September 2021. Tidak ada ungkapan janji bonus bagi para peraih medali di PON XX. Sedikitpun tidak disinggung. Bahkan ada segelintir orang yang kecewa karena sang Gubernur tidak mengungkapkan janji bagi para peraih medali di medan laga. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa VBL hebat, tidak mau mengatakan sekata pun tentang berapa besar bonus yang akan dikeluarkan untuk para peraih medali di ajang tertinggi olahraga Indonesia ini.


Proses Persiapan setiap cabang olahraga menuju PON XX sempat tertunda, bahkan ada sejumlah atlet yang merasa bahwa PON tak mungkin lagi digelar pada masa pandemi. Tetapi ada juga yang yakin dan berpikir positif bahwa dalam kondisi bagaimanapun PON XX 2021 tetap dilaksanakan di Papua. Cara berpikir yang positif inilah yang membuat proses dan tahapan latihan demi latihan tetap dan terus dilaksanakan, baik secara online maupun offline. Bahkan yang lebih rumit lagi adalah cabang olahraga beregu seperti sepakbola dan cricket, proses pelatihannya tetap secara online. Akhirnya tekad yang kuat dan diimbangi dengan perjuangan para atlet, pelatih dan induk organisasi olahraga yang kokoh, maka 12 cabang olahraga dari NTT dapat berlaga di PON.


VBL sangat paham tentang proses, karena dalam benaknya proses yang baik takkan mungkin mengkhianati hasil. Proses itu menbutuhkan pengorbanan berupa waktu, tenaga, biaya, bahkan terkadang juga perasaan. Makna inilah yang sebenarnya ada dalam benak VBL ketika memberikan arahan saat pelepasan kontingen NTT menuju Papua tanpa iming-iming atau janji-janji muluk. Beberapa cabang olahraga tidak sempat hadir pada acara tersebut. Yang hadir tentu menyimak gestur VBL. Ternyata sang Gubernur menyimpan sejuta penghargaan untuk para pejuang olahraga.
VBL mengenal para atlet dan pelatih ketika mereka melaksanakan proses pelatihan dengan kinerja yang baik. Walaupun tidak semua cabang olahraga meraih medali, namun sebuah kebanggaan dari VBL adalah para atlet dan pelatih telah melalui proses pelatihan yang sangat sulit dan menekan keselamatan, akan tetapi demi harga diri dan martabat daerah para atlet/pelatih bahu membahu dan tetap berjuang dalam pelatihan untuk menunjukkan eksistensi, komptensi dan keterampilan olahraga yang ditekuni demi nama harumnya NTT di kancah olahraga nasional.


Melepas tanpa janji sepanjang keikutsertaan NTT di PON, itulah gaya VBL melalui filosofinya, Anda tidak perlu mengenal saya dan saya tidak perlu mengenal Anda, tetapi saya mengenal Anda dari proses yang Anda kerjakan. Tidak pernah seorangpun membayangkan konsep VBL, bagaimana yang tidak mendapat medali sekalipun diberi bonus Rp50 juta? Secara logika tidak masuk akal, tetapi justru VBL berpikir terbalik, memberikan bonus bukan kepada para peraih medali. Memberikan bonus juga bukan hanya kepada para pemenang, akan tetapi memberikan bonus kepada mereka yang telah berjuang membela bendera NTT di pesta olahraga nasional, hal ini diakibatkan oleh pemikiran VBL bahwa proses pelatihan yang cukup panjang dan melelahkan, sehingga para atlet dapat tampil di PON XX Papua. Atas dasar itulah VBL sebagai Gubernur NTT memberikan apresiasi kepada seluruh atlet yang bertanding/berlomba.


Perjuangan para atlet dan pelatih perlu mendapatkan apresiasi, karena pengorbanan yang dikeluarkan saat proses tidak semudah membalik telapak tangan. Kinerja yang maksimal itulah yang membuat irisan kalimat VBL terdahulu menjadi kenyataan, ketika para atlet dan pelatih kembali dari medan juang dengan penuh keyakinan bahwa martabat olahraga NTT telah dibuktikan di tanah Papua. Prestasi para atlet menunjukkan bahwa hasil dari proses yang diterapkan saat pertandingan/perlombaan menjadi kenyataan. Kalah atau menang bagi VBL bukan sesuatu yang perlu untuk diributkan, tetapi partisipasi sebagai warga milenesia inilah yang muncul dari kalimat VBL. Tujuan utama mengikuti PON bukanlah berorientasi pada medali akan tetapi pada perjuangan untuk menunjukkan karakter milenesia sebagai orang Indonesia bagian Timur yang memiliki ciri, sifat, dan juga budaya menjadi kekayaan.


Bonus terbesar. Frasa ini membuat para atlet NTT menjadi kaget, terharu, bingung dan bahkan tidak percaya. VBL yang tidak pernah mengungkapkan sedikitpun tentang bonus saat pelepasan, muncul di saat yang tak terduga. Semua masyarakat kaget, tetapi bahkan ada juga yang mengatakan bahwa itu memang tanggung jawab pemerintah. Memang benar itu tanggung jawab pemerintah, namun dalam masa pandemi seperti ini semuanya terasa sulit. Ketika para atlet telah berjuang mengharumkan nama NTT di kancah nasional, maka sangatlah wajar mereka diberi bonus, dan untuk PON yang penuh tantangan di Papua bonus terbesar yang diberikan oleh pemerintah sangatlah tepat. Dapat dibayangkan, yang tidak meraih medalipun diberikan bonus per atlet Rp50 juta. Biasa dan yang lazimnya adalah mereka yang memperoleh medali, baik emas, perak dan perunggu, tetapi yang tidak memperoleh medali tidak akan diberikan bonus. Namun, konsep VBL memberikan medali bukan karena juara, bukan juga karena emas, tetapi karena proses panjang yang telah dilakukan dalam pelatihan itulah yang patut dihargai.


Sebuah ungkapan perasaan "Labu sa ada hati", itu tidak diungkapkan oleh VBL saat pelepasan. Hal inilah yang menjadi unik dari seorang Gubernur (jika ingin memberi tanpa perlu untuk diberitahukan). Semua yang berproses dan berjuang di medan lomba harus dihargai dan dihormati. Peraih medali emas mendapatkan bonus uang Rp200 juta plus sebuah rumah. Peraih perak memperoleh Rp150 juta plus sebuah rumah, dan perunggu Rp100 juta plus sebuah rumah. Sedangkan yang tidak meraih medali mendapatkan Rp50 juta. Untuk para pelatih yang telah membuat atlet menuju PON tetap mendapatkan Bonus sebagaimana para atlet peraih medali dan juga yang tidak. Hal ini membuktikan perhatian pemerintah terhadap para patriot-patriot daerah yang telah berproses dan masuk dalam kompetisi PON. Apapun hasilnya tetap dihargai.


Bonus telah diberikan, alangkah baiknya para atlet yang telah dan akan menerima bonus memiliki manajemen pengelolaan bonus yang benar sehingga jerih payah yang sudah dilakukan berpuluh-puluh tahun memberikan dampak yang positif untuk masa depan para atlet. Perlu diingat bahwa VBL mengenal para atlet karena proses latihan dan kinerja saat berlaga di arena dan bekerja secara baik di medan laga. Oleh sebab itu penghargaan tersebut sebaiknya dimanfaatkan dengan bijaksana dalam memprioritaskan kepentingan masa depan atlet. Mengapa? karena prestasi seorang atlet selalu dibatasi oleh umur, untuk itulah pentingnya manajemen pengelolaan bonus yang tepat sasaran.


Jika ingin dikenal oleh orang lain, maka tidak perlu Anda memperkenalkan diri, akan tetapi alangkah bijaknya jika pekerjaan yang Anda lakukan tersebut mampu memperkenalkan kualitas Anda untuk dihargai orang lain. Terima kasih untuk semua yang terlibat dalam proses sampai pada berakhirnya PON Papua. Jadikanlah moment PON ini sebagai bahan refleksi yang dikatakan oleh VBL: Biarlah kita dikenal karena pekerjaan kita, bukan karena kita memperkenalkan diri.


Terima kasih, salam olahraga jaya, NTT bangkit, prestasi emas.

Editor: Beverly Rambu

Terkini

Politik dalam Budaya

Selasa, 23 Mei 2023 | 12:41 WIB

Misi Gereja Masa Kini

Rabu, 17 Mei 2023 | 20:03 WIB

Antara Urusan Politik dan Urusan Keluarga

Jumat, 12 Mei 2023 | 06:55 WIB

Polisi Kembali Kepada Jati Dirinya

Senin, 8 Mei 2023 | 23:59 WIB

Pemilu 2024 dan Kepemimpinan Daerah

Kamis, 4 Mei 2023 | 09:50 WIB

Pangan di Jemari Perempuan Tani

Kamis, 20 April 2023 | 12:17 WIB

Antara VBL, ESK, dan Kelor Perubahan

Selasa, 18 April 2023 | 13:36 WIB

Membaca Moral-Menggugat Kekuasaan

Selasa, 28 Maret 2023 | 23:43 WIB

Partisipasi Gereja Dalam Tahun Politik

Sabtu, 25 Februari 2023 | 20:09 WIB
X