Menyadari bahwa ruang baca tetap sepi, saya bertanya dalam hati, apakah membaca sudah tidak menarik lagi? Apakah membaca sudah bisa dilakukan via Android sehingga orang tidak perlu lagi datang ke perpustakaan atau ruang baca? Atau orang terlalu sibuk memikirkan perjalanannya sehingga tidak sempat melihat-lihat buku, apalagi membacanya? Mungkin begitu.
Lalu saya juga berpikir jangan-jangan sajian bacaan di sudut baca ini tidak menarik? Atau mungkin buku bacaan tersebut terlalu tebal untuk bisa dituntaskan sekali duduk. Dan jika dibaca, akan tanggung karena bacaan belum selesai, sudah dipanggil masuk pesawat.
Untuk menjawabnya, saya melihat-lihat judul dan ketebalan buku yang tersedia. Ternyata dugaan saya tidak sepenuhnya benar. Hanya ada satu dua buku tebal, semisal buku sejarah. Selebihnya rata-rata buku memiliki tebal sekira dua ratusan halaman. Ada juga buku setebal delapan puluh halaman, semisal buku berjudul Kitab Yang Tak Suci karya Puthut Ea. Banyak judul buku menarik untuk dibaca, salah satunya ialah Delapan Kunci Kecerdasan Finansial karya Pago Hardianz. Siapakah yang tidak ingin cerdas finansial?
Baca Juga: Opini : Kekuatan Derma
Saya membayangkan bagaimana kalau di setiap terminal penumpang tersedia ruangan atau sudut baca. Selama melakukan perjalanan antar daerah, saya melihat sedikit sekali terminal penumpang yang memiliki ruang baca, sebagaimana di Bandara Internasional El Tari Kupang. Sementara di terminal bus, di terminal penyeberangan Ferry, dan di terminal PELNI, saya belum pernah melihat sudut baca. Mungkin saya keliru. Silakan dikoreksi.
Jika berbicara infrastruktur untuk meningkatkan tingkat literasi masyarakat Indonesia, maka ruangan baca adalah salah satunya yang perlu kita miliki. Meski dari dulu kita sudah mendengarkan pepatah bahwa membaca adalah jendela dunia, namun sampai saat ini, tradisi membaca kita belum pula meningkat.
Sudah banyak tulisan tentang meningkatkan budaya membaca, banyak gebrakan untuk itu, tapi sampai saat ini hasilnya belum maksimal. Hasil PISA tahun 2019 lalu meneguhkan kenyataan ini.
Pada beberapa perjalanan, secara kasat mata, saya menemukan sedikit sekali orang yang membaca buku cetak. Pengamatan saya ini tidak bisa menjadi patokan untuk mengukur tingkat literasi membaca kita. Sebab mungkin saja orang lebih suka membaca buku di perpustakaan atau di rumah, atau di tempat sepi biar bisa konsentrasi, bukan di perjalanan. Akan tetapi, paling tidak, salah satu cara membunuh waktu di perjalanan yang produktif ialah membaca. Dan di beberapa tempat, sudah memiliki ruangan baca.
Baca Juga: Pemkab Rote Ndao Raih Opini WTP untuk Pertama Kali
Pertanyaannya, kenapa ruangan baca belum dimanfaatkan secara maksimal? Mungkin para penumpang belum tahu. Perlu pengumuman kepada para penumpang: “Mohon perhatian para penumpang yang terhormat. Di terminal penumpang ini ada ruangan baca dengan berbagai buku menarik. Ada buku bacaan anak-anak dan orang dewasa. Najwa Shihab pernah membaca di sini. Silakan membaca, karena membaca adalah jendela dunia.”