Intervensi penyediaan bibit unggul maupun proses kultur jaringan diperlukan untuk menjaga kualitas hasil panen demi memenuhi permintaan pasar.
Kepastian mengenai batas harga jual minimum maupun maksimum juga diperlukan untuk menjaga kesejahteraan pembudidaya dan menciptakan keadilan pasar.
Hal ini juga erat kaitannya untuk mencegah kartel harga yang rawan dilakukan secara sepihak, mengingat 94,35 persen hasil panen utamanya dijual ke pengepul.
Hilirisasi industri rumput laut juga hal yang tak kalah penting untuk meningkatkan nilai tambah secara signifikan melalui produk olahan. Saat ini, terdapat tiga pabrik pengolahan rumput laut di Kabupaten Kupang, Sabu Raijua dan Sumba Timur.
Pabrik ini mengolah rumput laut kering menjadi produk olahan setengah jadi berupa Alkali Treated Cottonii (ATC) maupun produk makanan minuman
Namun, perlu usaha lain untuk proses hilirisasi seperti menambah kawasan industri di daerah potensi rumput laut dengan menggandeng investor.
Kemudian, untuk pabrik yang ada di Sabu Raijua yang sudah lama tidak beroperasi perlu untuk segera diaktifkan kembali.
Masyarakat juga dapat dilibatkan di dalam proses pengolahan, seperti membuat makanan dan minuman yang berbahan dasar rumput laut untuk kemudian dijual.
Pada akhirnya, budidaya rumput laut di NTT bukan tidak mungkin dapat menjadi produk unggulan di masa depan, mengingat besarnya potensi yang ada.
Sinergi berbagai pihak dan stakeholder dari pemerintah sangat diperlukan untuk mewujudkan hal tersebut. Pembudidaya harus aktif turut serta dalam upaya pengembangan diri dalam rangka meningkatkan produksi dan kualitas rumput laut. ***
Marthin Fernandes Sinaga, SST. (Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Sumba Timur)