DALAM Perayaan Jumat Agung tahun ini, mari kita berefleksi dan “Mendengar Suara Tuhan Dari Dalam Badai”.
Manusia bisa mendengar kehendak Tuhan melalui suara kemenangan yang mengguntur atas musuh umat-Nya, misalnya Israel menang di Mizpa (1 Sam. 7:10). Manusia juga lebih suka mendengar suara Tuhan dalam kemenangan seperti Saul yang menang atas Amon di Yabesy (1 Sam. 11:11-15) daripada mendengar suara Tuhan dalam kemalangan seperti Saul ditolak Tuhan sebagai Raja (1 Sam.15), tetapi manusia bisa pula mendengar kehendak Allah melalui wabah penyakit sampar (Ul. 28:21; 32:24) karena ketidaktaatan umat pada-Nya.
Manusia juga kini lebih suka mendengar suara Tuhan dalam cerita kemajuan teknologi daripada dalam dampak negatif teknologinya bagi bumi pertanian, lapangan pekerjaan dan pengangguran.
Baca Juga: Via Dolorosa
Tidak hanya itu. Manusia juga lebih suka mendengar suara Tuhan dalam suksesnya program senjata militer mutakhir pemusnah massal daripada dalam jeritan banyak orang miskin dan menderita sakit, tidak bisa sekolah dan tidak mempunyai pekerjaan.
Manusia lebih suka mendengar suara Tuhan dalam naiknya tingkat pertumbuhan ekonomi daripada naiknya pertumbuhan pengangguran, stunting, jumlah orang msikin, dan lain-lain.
Manusia lebih suka mendengar suara Tuhan dalam keberhasilan industri mineral dan gas bumi daripada dalam kerusakan alam akibat ulah eksploitasi manusia.
Dalam konteks ini, kita patut belajar dari ketegaran Ayub yang mampu mendengar suara Tuhan dari dalam badai hidupnya. Istrinya berkata, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalahanmu? Kutuklah Allahmu dan matilah. Menurut Ayub, “Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk? (Ay. 2:10).
Baca Juga: Cinta Kasih Yang Nyata, Refleksi Kamis Putih Romo Longinus Bone
Artikel Terkait
Jelang Perayaan Paskah, Brimob Polda NTT Sterilisasi Empat Gereja Besar di Kota Kupang
Jelang Paskah, ASN di Ende Libur Tanpa Surat Edaran Bupati
Via Dolorosa