Oleh: Thomas B. Ataladjar
Jeleknya infrastruktur jalan di Lembata, bukan berita baru. Kondisi jalan strategis nasional yang menghubungkan Lewoleba-Lamalera, selama ini terkesan dianaktirikan. Rute Wangatoa, Belame, Puor, Poswatu-Lamalera B ibarat jalur ”neraka”. Di musim hujan jadi kubangan banjir dan musim kemarau jadi ”kali mati” berbatu. Padahal ”jalur neraka” ini justru menuju destinasi Surga Wisata Lamalera yang sudah mendunia.
Kini jalur neraka ini oleh Pemkab Lembata berganti nama menjadi Jalan Anton Enga Tifaona. Puji Tuhan. Siapa sosok ini sebenarnya sehingga namanya diabadikan sebagai nama jalan? Begitu hebat dan berjasakah figur ini bagi Lembata?

Sebut Helm dan Jalur Puncak, Ingat Anton Tifaona
Helm sudah dikenal di seluruh Indonesia. Saat menjabat sebagai Asisten Operasi Polda Jatim, Anton Tifaona jalani misi khusus. Merobah predikat ”terjelek” Polda Jatim di bidang lalu lintas dan kriminalitas. Anton menerapkan konsep helmisasi. Uji coba dilakukan pada penggalan jarak 100 meter. Semua pengendara sepeda motor yang lewat di situ, wajib pakai helm. Walau dihujani protes, Enga jalan terus. Akhirnya Surabaya bahkan seluruh Indonesia pakai helm. Konseptornya adalah anak kampung Imulolo, Lembata kelahiran 21 Agustus 1934, Anton Enga Tifaona. Konsep ”buka tutup” jalur Puncak, konseptornya juga adalah Anton Enga Tifaona, saat jadi Wakapolda Jabar.
Danres Bujangan, Hingga Prestasi Internasional.
Memasuki dunia bhayangkara, Anton Tifaona tampil sebagai lulusan terbaik SPN Sukabumi 1957. Otaknya yang cemerlang menghantarnya masuk PTIK. Karir kepolisian Anton terbilang mulus. Menjadi Danres di Ngada , saat masih mahasiswa PTIK dan bujangan. Lulus PTIK, Anton jadi Sekpri Panglima Antar Daerah Kepolisian di Banjarmasin. Lalu berturut-turut jadi Komandan Polisi Airud Wilyah II Kalimantan;
Danres Khusus Timtim dan Paban VI Asisten Operasi Kapolri.