MASALAH kesehatan anak merupakan masalah utama di Indonesia dan Nusa Tenggara Timur (NTT) khususnya. Stunting dan gizi buruk merupakan masalah kesehatan anak yang menimbulkan hambatan pertumbuhan dan perkembangan anak.
Penyebab utama Stunting dan Gizi Buruk yakni gangguan pemenuhan nutrisi pada anak. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak di NTT disebabkan pola asuh yang buruk, sanitasi serta tingginya status kemiskinan.
Sehingga Stunting dan gizi buruk mengakar pada masyarakat NTT yang diperparah dengan mental masyarakat yang selalu mengharapkan bantuan pemerintah tanpa usaha dan kesadaran serius dari masyarakat untuk memaksimalkan peran kehidupan demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik.
Keberhasilan pembangunan kesehatan dapat dilihat dari indikator yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan suatu bangsa, yaitu mortalitas (kematian), status gizi dan morbiditas (kesakitan). Masalah gizi merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.
Baca Juga: SMP Negeri 5 Kota Komba di Manggarai Timur Gelar In House Training Program Sekolah Penggerak
Saat ini, masalah kesehatan anak masih merupakan masalah nasional yang perlu mendapatkan prioritas utama karena sangat menentukan bagaimana kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang menuju era 4.0.
Status gizi adalah keadaan kesehatan individu atau kelompok yang ditentukan oleh derajat kebutuhan fisik akan energi dan zat-zat gizi yang diperoleh dari zat pangan atau makan yang dampak fisiknya dapat diukur dengan antropometri. Salah satu pengukuran antropometri yang digunakan dalam mengklasifikasikan status gizi yaitu berdasarkan berat badan dan panjang badan (BB/PB) anak.
Data dari WHO, di seluruh dunia, 178 juta anak di bawah usia lima tahun diperkirakan mengalami pertumbuhan terhambat karena stunting.
Data Badan Pusat Statistik (2019) menunjukan angka kasus gizi pada balita tertinggi terjadi di Provinsi NTT dan terus mengalami peningkatan dari tahun 2016 (28,25%), 2017 (28,30%) pada 2018 meningkat menjadi 35,4%.
Kelompok Kerja (Pokja) pencegahan dan penanganan stunting Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) mencatat, trend persentase balita stunting di NTT tahun 2018-2020 konsisten menurun. Catatan penurunan angka stunting di Wilayah Nusa Tenggara Timur dari 35,4 % pada tahun 2018, menjadi 30,3 % pada tahun 2019, dan secara konsisten terus menurun pada tahun 2020 menjadi 28,2 %. 16 dari 22 Kabupaten-Kota menunjukan penurunan dalam satu tahun 2019-2020 yakni, Kabupaten Sumba Tengah (12,9 %), Kabupaten TTU (6,9 %), Alor (5,4 %), Rote Ndao (5,4 %), dan Kabupaten TTS (4 %).
Artikel Terkait
Apresiasi Bank NTT, Gubernur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat Minta Program Bank NTT Peduli Stunting Dilanjutkan
Puji Bank NTT, Gubernur Viktor Target Stunting Turun 10 Persen
Bupati Manggarai Ajak KSP Sangosay Ikut Tangani Stunting
Gubernur NTT Minta IBI Turunkan Angka Stunting dan KIA Jadi Nol Persen
Wakil Bupati Ende Puji Kepedulian Bank NTT Perangi Masalah Stunting
Rayakan Ultah, Lurah Danga Kabupaten Nagekeo, Door To Door Bagi Sembako Untuk Balita Stunting
Pengembangan SDM Bidan di Kabupaten Lembata Penting Dilakukan Untuk Tekan Stunting
Pemerintah Targetkan Angka Stunting Indonesia Jadi 14 Persen pada Tahun 2024